UANG DARI PRESIDEN
Hari ini 2 oktober 2005, langit sudah hampir gelab, meskipun matahari masih tegak lurus diatas kepala namun cahayanya dikalahkan mendung, hujan sebentar lagi turun. Dari kejauhan seorang ibu berjalan menyusuri tepian kolam, dia mempercepat langkahnya, meskipun hari ini ia belum makan, rasa letih tentunya masih mendera, namun kelesuan tidak nampak di wajahnya, semua itu seakan tertutupi oleh semangatnya untuk menghindari tetesan air hujan itu, Semenjak tadi pagi ia sudah keluar dari rumah. Langkahnya tadi pagi diawalai sebuah senyuman kecil, ya... hari ini ada pembagian uang di kantor post, kata Pak RT sih uang dari Pak Presiden buat dana gantirugi kenaikan BBM, lumayan lah... bisa buat kebutuhan sehari-hari dan melunasin uang sekolah Hamid anaknya yang paling bungsu yang sudah 6 bulan nunggak.
Kakinya udah sampai di depan beranda rumah bambu warisan suaminya yang udah lama pergi. Perlahan-lahan hujan sudah mulai deras membasahi nusantara ini. Dari pasar ia hanya membawa sebuah bungkusan yang berisi beras 5 kg dan ikan asin yang di beli dari sisa uang presiden setelah di kurangi biaya uang sekolah si Bungsu tentunya. Harga-harga sudah naik. Uang presiden tidak sebanding dengan naiknya harga barang akibat langsung kenaikan BBM. Ongkos angkutan juga naik, makanya si ibu janda tua itu menempuh perjalan dengan jalan kaki dari rumah ke pasar untuk menghemat uang pemberian presiden. Si bungsu keluar membukakan pintu buat ibunda tercinta. Melihat anaknya wajah ibu berubah, “Maaf Mid Mak gak bisa beliin kamu sepatu yang udah Mak janjikan tadi malam, uang yang dari presiden udah hampir abis buat beli beras dan ikan asin, harga barang udah pada naik”. Si bungsu agak sedikit kecewa tapi dai tidak mau kekecewaanya itu melukai hati Maknya. “Gak apa-apa Mak, sepatu yang lama masih bisa di pakai kok, Hamid udah masak nasi dan telur dadar, Mak harus makan dulu”. [DW! 021005]
Kakinya udah sampai di depan beranda rumah bambu warisan suaminya yang udah lama pergi. Perlahan-lahan hujan sudah mulai deras membasahi nusantara ini. Dari pasar ia hanya membawa sebuah bungkusan yang berisi beras 5 kg dan ikan asin yang di beli dari sisa uang presiden setelah di kurangi biaya uang sekolah si Bungsu tentunya. Harga-harga sudah naik. Uang presiden tidak sebanding dengan naiknya harga barang akibat langsung kenaikan BBM. Ongkos angkutan juga naik, makanya si ibu janda tua itu menempuh perjalan dengan jalan kaki dari rumah ke pasar untuk menghemat uang pemberian presiden. Si bungsu keluar membukakan pintu buat ibunda tercinta. Melihat anaknya wajah ibu berubah, “Maaf Mid Mak gak bisa beliin kamu sepatu yang udah Mak janjikan tadi malam, uang yang dari presiden udah hampir abis buat beli beras dan ikan asin, harga barang udah pada naik”. Si bungsu agak sedikit kecewa tapi dai tidak mau kekecewaanya itu melukai hati Maknya. “Gak apa-apa Mak, sepatu yang lama masih bisa di pakai kok, Hamid udah masak nasi dan telur dadar, Mak harus makan dulu”. [DW! 021005]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih Udah berkomentar di sini.. :)